Makna Tajdid

TAJDID DALAM BIDANG AQIDAH DAN IBADAH DI MUHAMMADIYAH BERMAKNA TAJRID (PEMURNIAN) DAN DALAM URUSAN MU’AMALAH TAJDID ADALAH PEMBAHARUAN

Jiwa dan semangat dakwah yang digagas dan dicetuskan oleh KHA. Dahlan bersama sahabat-sahabat beliau dengan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912 adalah untuk membersihkan umat Islam dari penyakit TBC ( Takhayul, Bid’ah dan Churafat ), karena beliau terinspirasi oleh firman Allah SWT QS Ali Imran/3:104 yang intinya perintah untuk mendirikan umat (ada imam, ada makmum dan ada imamah yang dapat juga diartikan organisasi) dengan tujuan mendakwahkan Islam, melaksanakan amar makruf nahi munkar.

Kondisi objektif umat Islam ketika itu banyak dihinggapi oleh penyakit TBC, di mana mereka telah memeluk agama Islam, tetapi dari segi kepercayaan atau aqidah masih belum meninggalkan sepenuhnya kepercayaan dari agama atau kepercayaan yang mereka anut sebelumya. Begitu juga dalam beribadah masih melakukan cara-cara ibadah (Ibadah mahdhah) belum sepenuhnya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Makna Takhayul

Menurut KBBI arti dari takhayul adalah: ta·kha·yul n 1 (sesuatu yang) hanya ada dalam khayal belaka: banyak orang kampung yang masih percaya kepada — takhayul ; 2 kepercayaan kepada sesuatu yang dianggap ada atau sakti, tetapi sebenarnya tidak ada atau tidak sakti: beliau membersihkan hati umat dari segala –takhayul.

Makna Bid’ah

Menurut KBBI artinya adalah: bid·ah n Isl 1 perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambah atau mengurangi ketetapan; 2 pembaruan ajaran Islam tanpa berpedoman pada Alquran dan hadis; 3 ki kebohongan; dusta.

Makna Churafat (ejaan baru: Khurafat)

Menurut KBBI artinya adalah: khu·ra·fat n dongeng (ajaran dan sebagainya) yang tidak masuk akal; takhayul.
Kata khurafat berasal dari bahasa Arab: al-khurafat yang berarti dongeng, legenda, kisah, cerita bohong, asumsi, kepercayaan dan keyakinan yang tidak masuk akal/akidah yang tidak benar.

Dari penjelasan di atas dapat difahami bahwa takhayul lebih terkait dengan masalah aqidah, bid’ah lebih kepada urusan ibadah mahdhah, sedangkan khurafat terkait kebiasaan dalam berbagai kegiatan seremonial dan budaya masyarakat yang masih bercampur baur dengan kepercayaan yang tidak masuk akal yang kadang-kadang diklaim sebagai bagian dari ajaran Islam.

Inilah ruh dan semangat dakwah yang memberikan dorongan dan motivasi kepada para pemimpin dan ulama Muhammadiyah pada masa awal dalam mengembangkan berbagai program dan aktifitas dakwah dalam berbagai bentuk, seperti kegiatan tabligh, pendidikan, dan kegiatan yang bersifat Penolong Kesejahteraan Oemoem (PKO/PKU).

Pada masa-masa awal kehadiran Muhammadiyah memang banyak menuai penolakan dan mendapat respon yang kurang simpati dari umat Islam, karena maklumlah apapun yang namanya gerakan baru yang membawa kepada sebuah perubahan pasti akan mendapat penolakan terutama dari pihak-pihak yang belum paham, ditambah lagi sebagai sebuah gerakan baru tentu masih dalam sebuah proses mencari bentuk dan strategi dakwah yang pas dan sesuai kondisi objektif masyarakat sebagai objek dakwah.

Akan tetapi setelah Muhammadiyah terus mengembangkan kiprah dakwahnya melalui kegiatan sosial kemasyarakatan seperti membantu kaum dhuafa dengan teologi Al Ma’un termasuk juga mendirikan Panti Asuhan, penanggulangan bencana, serta menyelenggarakan pendidikan dengan sistem sekolah dengan kurikulum pelajaran yang memadukan pelajaran agama dan umum, akhirnya masyarakat yang tadinya menolak lama-lama mulai simpati dan ikut memasukkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah Muhammadiyah dan masyarakat sendiri ikut terlibat dalam berbagai kegiatan dan aktivitas sosial yang dilakukan oleh Muhammadiyah.

Dalam menghadapi penjajah Belanda yang notabene selalu melakukan politik Devide et impera atau politik belah bambu untuk memecah belah umat Islam agar mereka terus mencengkramkan kekuasaannya, selain dari mengembangkan kegiatan pendidikan untuk melahirkan kader-kader pemimpin umat sekaligus pemimpin bangsa, maka sebagian dari para pemimpin dan ulama Muhammadiyah bersama eksponen dan komponen bangsa yang lain aktif dalam berbagai kegiatan dan perjuangan menuju Indonesia merdeka. Terbukti tokoh-tokoh Muhammadiyah dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) ikut aktif terlibat dalam badan tersebut, dan yang tidak akan terlupakan adalah bagaimana peran yang dilakukan oleh Kibagus Hadikusumo yang didampingi oleh Kasman Singodimedjo meyakinkan tokoh-tokoh umat Islam untuk dapat menerima pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang telah menjadi konsesus nasional, lalu merubahnya menjadi Pancasila dengan urutan seperti sekarang, yaitu kata Ketuhanan disempurnakan menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, dan menetapkannya sebagai dasar negara sebagaimana yang tertuang dengan jelas dan tegas dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi: “Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Perubahan tersebut merupakan sebuah pengorbanan terbesar umat Islam bersedia mencoret kata dalam Piagam Jakarta sebagai bentuk antisipasi agar jangan terjadi disintegrasi bangsa dan Negara Indonesia yang baru berusia satu hari, karena ada isu sebagian dari orang-orang Indonesia Timur akan memisahkan diri jika tujuh kata tersebut tidak dicoret.

MUHAMMADIYAH TIDAK MUNGKIN BERMITRA DENGAN KELOMPOK SYI’AH

Melihat perjalanan sejarah panjang yang telah dilalui oleh Muhammadiyah yang sudah berusia lebih dari satu abad dalam melaksanakan gerakan dakwahnya untuk melakukan pemurnian dalam bidang aqidah dan ibadah, terutama dalam membersihkan aqidah umat dari segala macam bentuk kemusyrikan dan kepercayaan dan ibadah yang tidak bersumber pada Al Quran dan Sunnah dengan segala rintangan dan hambatan, pengorbanan harta benda dan jiwa, sekalipun setelah lebih satu abad perjuangan dakwah Muhammadiyah belum berhasil sempurna seperti apa yang menjadi visi dan misi Muhammadiyah, namun hutan belantara TBC yang tadinya merupakan pandemi, sekarang hutan belantaranya sudah mulai bersih, namun semak belukar masih banyak.

Maka adalah sebuah bentuk pengkhianatan sejarah dan pengkhianatan terhadap cita-cita dan perjuangan para pendahulu Muhammadiyah yang telah berjuang dengan mati-matian dan air mata darah untuk membersihkan tauhid umat dari segala bentuk kemusyrikan dan memurnikan ibadah dari segala macam cara-cara ibadah yang tidak sesuai dengan Sunnah dan merubah kebiasaan masyarakat yang masih tersandera dengan seremonial yang berbau khurafat, jika kemudian Muhammadiyah membuka kembali kran kemusyrikan dan kebid’ahan tersebut dengan melakukan kerjasama dan membangun kemitraan dengan sebuah gerakan yang dari awal sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW telah terbukti melakukan penyimpangan dari segi aqidah, ibadah dan mu’amalah dan menjadi problem maker dalam sejarah umat Islam, dan tidak sedikit korban yang berjatuhan dan para sahabat yang terbunuh akibat dari pengkhianatan yang mereka lakukan dan permusuhan serta kebencian yang mereka kobarkan untuk melawan barisan umat Islam yang berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah yang sering juga disebutkan dengan “ahlussunah”.

Dengan demikian sekilas tentang makna tajdid di Muhammadiyah, semoga ini menjadi pemahaman yang kuat, ideologi dan mindset para kader Muhammadiyah untuk tidak mudah tergoda dengan berbagai kepentingan sesaat yang kecil dan tetek bengkel, tetapi mengorbankan kepentingan jangka panjang yang prinsip dan fundamental yang berkaitan dengan penjagaan aqidah umat sebagai bagian penting dari maqashidusy-syar’i, yaitu hifzhuddin atau menjaga aqidah dan agama Islam dari segala hal yang dapat merusaknya. Nauzubillah.

Nashrun Minallahi Wafathun Qarieb